BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyak bermunculan pendapat pendapat tentang apa itu
melayu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa melayu itu di lihat dari Agama,
Fanatisme Ras, Batas-batas Geografis dan Afiliasi Politik setiap individu.
Asumsi-asumsi itulah yang mempengaruhi konsepsi mereka dalam melihat dan
memaknai melayu. Biasanya pengertian melayu yang muncul menjadi sempit dan
merujuk kepada pengalaman dan afiliasi pribadinya, seperti melayu adalah islam
jika yang mendefinisikan adalah penganut islam, melayu adalah Riau jika yang
berbicara orang Riau, melayu adalah Malaka jika yang berbicara berasal dari
Malaka dan seterusnya.
Mengambil definisi dari penganut islam bahwa melayu adalh
islam. Melayu dan islam seperti menjadi satu kesatuan dan bagaikan satu tubuh.
Dimana orang-oang dulu mengatakan bahwa jika akan masuk islam, maka dikatakan
masuk melayu.
Dalam sejarahnya,
islam bukanlah agama pertama yang dianut oleh orang melayu. Dalam hal
kepercayaan, orang melayu mengalami fase keagamaan, yaitu fase Pra Hindu-Budha,
fase Hindu-Budha, fase Islam dan fase Kolonialisme.
Untuk mengubah cara pendang orang-orang melayu akan
sistem keperrcayaan yang mereka anut, maka Islam harus mencari hubungan yang
ada pada kehidupan orang-orang melayu yan sama dengan Islam. Hubungan itulah
yang nantinya akan menjadi pemersatu, bahkan menjadikan Islam sebagai agama
mayoritas orang-orang melayu.
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DAN HUBUNGAN TAMADUN
MELAYU
A. Asal Usul Kedatangan Islam
Terdapat
tiga teori mengenai tempat asal datangnya Islam di dunia melayu atau Asia
Tenggara, yaitu :
Pertama
menyatakan bahwa islam datang langsung dari Arab, atau tepatnya Hadramaut.
Teori ini dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), dan
Veth (1978). Crawfurd menyatakan, islam datang langsung dari Arab dan ada juga
perpaduan dari India yang juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam
di Nusantara. Keyzer menyatakan Islam datang dari Mesir atas dasar pertimbangan
kesamaan kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah yang bermazhab Syafi’i.
Niemann menyatakan Islam datang dari Hadramaut, sebab muslim Hadra maut adalah
pengikut mazhab Syafi’I seperti juga kaum muslim Nusantara. Dan Veth menyatakan
Islam datang di bawa oleh orang-orang Arab, tanpa menunjuk tempat asal mereka.[1]
Kedua,
menyatakan Islam di Nusantara datang dari India. Teori ini pertama kali di
kemukakan oleh Pijnapel (1872), yang menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang
bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia
Tenggara. Teori ini lebih lanjut di kembangkan oleh Snouck Hurgronje yang
melihat para pedagang-pedagang Dakka di India Selatan sebagai pembawa Islam
pertama ke wilayah Nusantara pada abad ke 12, kemudian di susul oleh
orang-orang Arab. Teori ini juga di ungkap oleh Moquette yang menyebut tempat
asal Islam pertama di Nusantara adalah Gujarat. Dia menyimpulkan pendapatnya
setelah mengamati bentuk batu nisan di Pasai yang sama dengan bentuk batu nisan
yang terdapat di Cambay, Gujarat.[2]
Ketiga,
dikemukakan oleh Fatimi yang menentang argumentasi dari Moquette. Fatimi
berargumentasi bahwa kebanyakan orang-orang terkemuka di Pasai adalah
orang-orang Benggali atau Bengal, ini berarti Islam datang dari Bengal.[3]
Teori
tentang Gujarat dan Bengal sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-kelemahan
tertentu. Marrison mengatakan bahwa batu-batu nisan yang di temukan di
tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengal.
Menuturutnya, pada masa Islamisasi Sumadra Pasai yang Raja pertamanya wafat,
Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Barulah setahun kemudian Cambay,
Gujarat di taklukkan kekuasaan muslim, dari teori tersebut Marisson
mengemukakan toerinya bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat.[4]
Terlepas
dari ketiga teori tersebut, agama Islam telah di terima secara luas oleh bangsa
melayu karena sifatnya yang Egaliter dan Populis. Islam tidak mengenal sistem
Kasta dan Kependetaan, sehingga memungkinkan keterlibatan semua lapisan
masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk Pendidikan. Faktor penting
lainnya yang menyebabakan Islam cepat berkembang di Nusantara adalah karena
penyebarannya di dukung oleh tiga kekuatan yaitu:
1. Istana
2. Pesantren
3. Pasar
Dengan
di dukung oleh ketiga kekuatan tersebut, pengaruh Islam dalam masyarkat Melayu
begitu mantap. Secara Kultural, Islam di sebarkan melalui Pesantren dan Pasar,
dan secara Politik di Legitimasi oleh Istana.[5]
B. Islam dan Tamadun Melayu
Islam
adalah agama Universal yang datang dari Allah SWT untuk semua manusia. Ia
memberi sinar kepada manusia dalam mencorakkan Tamadun ke arah kesempurnaan
berdasrkan panduan wahyu ilahi disamping tidak mengetepikan peranan akal
manusia.
Isltilah
melayu mempunyai maksud yang dalam dan luas. Sebahagian pengkaji menegaskan,
pada istilah melayu tedapat dua pengertian, yaitu melayu dan kemelayuan. Melayu
di maksud sebagai satu Rumpun bangsa Melayu yang menggunakan bahasa Melayu,
sementara Kemelayuan mengandung arti Nilai aturan dan Jati diri Melayu.[6]
Tamadun
Melayu merupakan sebuah Tamadaun yang di bentuk oleh sekelompok manusia yang di
golongkan secara luas sebagain kumpulan oranga-orang melayu dan bertempat di
suatu wilayah di Asia Tenggara. Wilayah ini di kenali dengan berbagai nama
seperti Gugusan Kepulauan Melayu, Gugusan Kepulauan Melayu – Indonesia,
Nusantara, Alam Melayu, dan Tanah Jawi.[7]
Islam
mampu hadir sebagai agama yang di anut mayoritas terbesar di Nusantara. Untuk
masuk dan mampu berkembang sebagai agama yang ayoritas tentunya tidak mudah.
Sebelum datangnya Islam, bangsa Melayu telah memiliki kepercayaan, dan
kepercayaan itulah yang menjadi titik tengah kebudayaan mereka.
Dalam
Tradisi Melayu, Sastra mempunyai kedudukan yang sangat cukup Istimewa. Hal-hal
seperti Manusia, Hewan, Gunung, Sungai, batu dan Pohon-pohon besar telah
menjadi bahan karya sastra oleh pengarang Melayu. Ketika Islam datang, maka
akan pula berhadapan dengan Tradisi Melayu yang bersifat Hinduisme ini.[8]
Untuk
menggeser suasana kehidupan bangsa melayu, dari suasana tradisi Nusantara yang
Hinduisme kepada suasana Islam tidaklah mudah. Masyarakat melayu sangat
mempercayai mitos-mitos, dan hal-hal tersebut telah hidup dalam berbagai karya
Sastra mereka. Itulah yang menjadi kesulitan. Kesulitan lain adalah terletak
pada pemikiran mereka yang relatif sederhana. untuk mengubah itu semua, maka di
butuhkan keadaan yang relatif tenang dan aman tanpa menimbulkan kegelisahean
karena orientasi nilai masyarakat di geser secara berangsur-angsur, yaitu
melalui ubah – suai cerita yang di pantulkan oleh cerita itu. Setelah cerita
rakyat itu di beri citra islam selangkah demi selangkah, maka semakin
memungkinkan kepercyaan Hinduisme pindah kepada kepada tebing kepercayaan
Islam.[9]
Untuk
menyebrangi atau memindahkan kepercayaan tersebut , disamping memakai
penyampaian ajaran islam secara langsung dalam bentuk dakwah, tetapi juga dala
ruang lingkup budaya, dimana peranan karya amatlah menentukan.[10]
Dengan
usaha yang berlangsung selangkah demi selangkah, maka citra karya Sastra dalam
Rupa cerita rakyat Melayu mampu di warnai oleh agama Islam, namun masih di
perlukan sejumlah karya Sastra yang benar- benar berpangkal dari nafas Islam.
Karya ini di perlukan bukan saja untuk memantapkan nilai-nilai ajaran Islam,
tetapi juga untuk menggeser nilai-nilai animisme-Hinduisme.
Tradisi
Melayu dalam gaya Tradisional ketika itu, hanya mempunyai dimensi Spritual
saja. Tradisi Melayu yang bersifat Hinduisme masih penuh dengan berbagai
misteri, karena belum dapat diterangkan dengan akal fikiran yang memadai. Maka
ketika Islam datang dengan keutamaannya dan nilai-nilainya yang meliputi jagat
raya dimana hal-hal tersebut telah di terangkan dengan cara yang amat
mengagumkan, melalui kitab suci Al-Qur’an, Sunah Nabi, serta berrbagai
peristiwa sejarah pada masa-masa awal perkembangan agamanya, maka hal ini telah
menggoda orang melayu untuk menilai kembali khazanah budaya mereka. Dan sejarah
telah memperlihatkan bahwa orang-orang Melayu menerima kebenaran Islam.[11]
Dari
Uraian penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Sastra memiliki
peranan besar dalam proses Islamisasi bangasa Melayu yang juga menjadikan agama
Islam sebagai agama yang mayoritas di dunia Melayu. Jika di bentuk dalam sebuah
skema berikut adalah skema pergeseran kepercayaan dan kebudayaan orang melayu,
dari tradisi Nusantara Hinduisme kepada tradisi Nusantara yang bercitra Islam.
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut beberapa pendapat para ahli, ada
beberapa teori yang mengemukakan pendapat tentang proses masuknya islam ke
Nusantara, diantaranya yaitu teori dari Arab, teori dari India, dan teori dari
Bengal.
Agama Islam telah di terima secara luas
oleh bangsa melayu karena sifatnya yang Egaliter dan Populis. Islam tidak
mengenal sistem Kasta dan Kependetaan, sehingga memungkinkan keterlibatan semua
lapisan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk Pendidikan. Faktor
penting lainnya yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Nusantara adalah
karena penyebarannya di dukung oleh tiga kekuatan yaitu istana, pesantren dan
pasar.
Dalam tradisi melayu sastra merupakan
salah satu unsur penting. Untuk itu jika islam ingin masuk dalam tradisi
mereka, maka harus menyentuh sastra mereka. Sastra orang-orang melayu terdahulu
sarat dengan kepercayaan Hinduisme. Untuk menggeser sistem kepercayaan ereka
tersebut, maka diperlukan usaha yang berangsur-angsur.
Dengan berkembangnya islam di dunia
melayu saat ini tidaklah terlepas dari unsur sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahdini. 2003. Islam dan Kebudayaan Melayu. Pekanbaru:
Daulat Riau.
Mahyudin Al Mudra. 2013. Redefinisi Melayu : Upaya Menjembatani
Perbedaan Konsep Kemelayuan Bangsa Serumpun. Yogyakarta: Balai Kajian dan
Pengembangan Budaya Melayu.
Uu. Hamidy. 1988. Kesusastraan Islam Di Rantau Kuantan Riau. Pekanbaru:
Payung Sekaki.
[2] Ibid. hlm. 18.
[3] Ibid. hlm. 18-19.
[4] Ibid. hlm. 19-20.
[5] Mahyudin Al Mudra. Redefinisi
Melayu : Upaya Menjembatani Perbedaan Konsep Kemelayuan Bangsa Serumpun. (Yogyakarta:
Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2013). hlm. 9-10.
[6] http://ctu551az.blogspot.co.id/2009/12/3-islam-dan-tamadun-melayu.htm. Diakses hari Selasa, pukul
07.30 Wib.
[8] Uu. Hamidy. Kesusastraan
Islam Di Rantau Kuantan Riau. (Pekanbaru: Payung Sekaki, 1988). hlm. 1.