Turbo

Selasa, 22 Maret 2016

ISLAM DAN TAMADUN MELAYU ( ISLAM DAN HUBUNGAN TAMADUN MELAYU ) KELOMPOK I ANDRE,DEVA DAN MARIAM, PGMI/A/VI

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyak bermunculan pendapat pendapat tentang apa itu melayu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa melayu itu di lihat dari Agama, Fanatisme Ras, Batas-batas Geografis dan Afiliasi Politik setiap individu. Asumsi-asumsi itulah yang mempengaruhi konsepsi mereka dalam melihat dan memaknai melayu. Biasanya pengertian melayu yang muncul menjadi sempit dan merujuk kepada pengalaman dan afiliasi pribadinya, seperti melayu adalah islam jika yang mendefinisikan adalah penganut islam, melayu adalah Riau jika yang berbicara orang Riau, melayu adalah Malaka jika yang berbicara berasal dari Malaka dan seterusnya.
Mengambil definisi dari penganut islam bahwa melayu adalh islam. Melayu dan islam seperti menjadi satu kesatuan dan bagaikan satu tubuh. Dimana orang-oang dulu mengatakan bahwa jika akan masuk islam, maka dikatakan masuk melayu.
   Dalam sejarahnya, islam bukanlah agama pertama yang dianut oleh orang melayu. Dalam hal kepercayaan, orang melayu mengalami fase keagamaan, yaitu fase Pra Hindu-Budha, fase Hindu-Budha, fase Islam dan fase Kolonialisme.
Untuk mengubah cara pendang orang-orang melayu akan sistem keperrcayaan yang mereka anut, maka Islam harus mencari hubungan yang ada pada kehidupan orang-orang melayu yan sama dengan Islam. Hubungan itulah yang nantinya akan menjadi pemersatu, bahkan menjadikan Islam sebagai agama mayoritas orang-orang melayu.


BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DAN HUBUNGAN TAMADUN MELAYU
A.     Asal Usul Kedatangan Islam
Terdapat tiga teori mengenai tempat asal datangnya Islam di dunia melayu atau Asia Tenggara, yaitu :
Pertama menyatakan bahwa islam datang langsung dari Arab, atau tepatnya Hadramaut. Teori ini dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), dan Veth (1978). Crawfurd menyatakan, islam datang langsung dari Arab dan ada juga perpaduan dari India yang juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Keyzer menyatakan Islam datang dari Mesir atas dasar pertimbangan kesamaan kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah yang bermazhab Syafi’i. Niemann menyatakan Islam datang dari Hadramaut, sebab muslim Hadra maut adalah pengikut mazhab Syafi’I seperti juga kaum muslim Nusantara. Dan Veth menyatakan Islam datang di bawa oleh orang-orang Arab, tanpa menunjuk tempat asal mereka.[1]
Kedua, menyatakan Islam di Nusantara datang dari India. Teori ini pertama kali di kemukakan oleh Pijnapel (1872), yang menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara. Teori ini lebih lanjut di kembangkan oleh Snouck Hurgronje yang melihat para pedagang-pedagang Dakka di India Selatan sebagai pembawa Islam pertama ke wilayah Nusantara pada abad ke 12, kemudian di susul oleh orang-orang Arab. Teori ini juga di ungkap oleh Moquette yang menyebut tempat asal Islam pertama di Nusantara adalah Gujarat. Dia menyimpulkan pendapatnya setelah mengamati bentuk batu nisan di Pasai yang sama dengan bentuk batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat.[2]
Ketiga, dikemukakan oleh Fatimi yang menentang argumentasi dari Moquette. Fatimi berargumentasi bahwa kebanyakan orang-orang terkemuka di Pasai adalah orang-orang Benggali atau Bengal, ini berarti Islam datang dari Bengal.[3]
Teori tentang Gujarat dan Bengal sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu. Marrison mengatakan bahwa batu-batu nisan yang di temukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal dari Gujarat atau Bengal. Menuturutnya, pada masa Islamisasi Sumadra Pasai yang Raja pertamanya wafat, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Barulah setahun kemudian Cambay, Gujarat di taklukkan kekuasaan muslim, dari teori tersebut Marisson mengemukakan toerinya bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat.[4]
Terlepas dari ketiga teori tersebut, agama Islam telah di terima secara luas oleh bangsa melayu karena sifatnya yang Egaliter dan Populis. Islam tidak mengenal sistem Kasta dan Kependetaan, sehingga memungkinkan keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk Pendidikan. Faktor penting lainnya yang menyebabakan Islam cepat berkembang di Nusantara adalah karena penyebarannya di dukung oleh tiga kekuatan yaitu:
1.  Istana
2.  Pesantren
3.  Pasar
Dengan di dukung oleh ketiga kekuatan tersebut, pengaruh Islam dalam masyarkat Melayu begitu mantap. Secara Kultural, Islam di sebarkan melalui Pesantren dan Pasar, dan secara Politik di Legitimasi oleh Istana.[5]

B.  Islam dan Tamadun Melayu
Islam adalah agama Universal yang datang dari Allah SWT untuk semua manusia. Ia memberi sinar kepada manusia dalam mencorakkan Tamadun ke arah kesempurnaan berdasrkan panduan wahyu ilahi disamping tidak mengetepikan peranan akal manusia.
Isltilah melayu mempunyai maksud yang dalam dan luas. Sebahagian pengkaji menegaskan, pada istilah melayu tedapat dua pengertian, yaitu melayu dan kemelayuan. Melayu di maksud sebagai satu Rumpun bangsa Melayu yang menggunakan bahasa Melayu, sementara Kemelayuan mengandung arti Nilai aturan dan Jati diri Melayu.[6]
Tamadun Melayu merupakan sebuah Tamadaun yang di bentuk oleh sekelompok manusia yang di golongkan secara luas sebagain kumpulan oranga-orang melayu dan bertempat di suatu wilayah di Asia Tenggara. Wilayah ini di kenali dengan berbagai nama seperti Gugusan Kepulauan Melayu, Gugusan Kepulauan Melayu – Indonesia, Nusantara, Alam Melayu, dan Tanah Jawi.[7]
Islam mampu hadir sebagai agama yang di anut mayoritas terbesar di Nusantara. Untuk masuk dan mampu berkembang sebagai agama yang ayoritas tentunya tidak mudah. Sebelum datangnya Islam, bangsa Melayu telah memiliki kepercayaan, dan kepercayaan itulah yang menjadi titik tengah kebudayaan mereka.
Dalam Tradisi Melayu, Sastra mempunyai kedudukan yang sangat cukup Istimewa. Hal-hal seperti Manusia, Hewan, Gunung, Sungai, batu dan Pohon-pohon besar telah menjadi bahan karya sastra oleh pengarang Melayu. Ketika Islam datang, maka akan pula berhadapan dengan Tradisi Melayu yang bersifat Hinduisme ini.[8]
Untuk menggeser suasana kehidupan bangsa melayu, dari suasana tradisi Nusantara yang Hinduisme kepada suasana Islam tidaklah mudah. Masyarakat melayu sangat mempercayai mitos-mitos, dan hal-hal tersebut telah hidup dalam berbagai karya Sastra mereka. Itulah yang menjadi kesulitan. Kesulitan lain adalah terletak pada pemikiran mereka yang relatif sederhana. untuk mengubah itu semua, maka di butuhkan keadaan yang relatif tenang dan aman tanpa menimbulkan kegelisahean karena orientasi nilai masyarakat di geser secara berangsur-angsur, yaitu melalui ubah – suai cerita yang di pantulkan oleh cerita itu. Setelah cerita rakyat itu di beri citra islam selangkah demi selangkah, maka semakin memungkinkan kepercyaan Hinduisme pindah kepada kepada tebing kepercayaan Islam.[9]
Untuk menyebrangi atau memindahkan kepercayaan tersebut , disamping memakai penyampaian ajaran islam secara langsung dalam bentuk dakwah, tetapi juga dala ruang lingkup budaya, dimana peranan karya amatlah menentukan.[10]
Dengan usaha yang berlangsung selangkah demi selangkah, maka citra karya Sastra dalam Rupa cerita rakyat Melayu mampu di warnai oleh agama Islam, namun masih di perlukan sejumlah karya Sastra yang benar- benar berpangkal dari nafas Islam. Karya ini di perlukan bukan saja untuk memantapkan nilai-nilai ajaran Islam, tetapi juga untuk menggeser nilai-nilai animisme-Hinduisme.
Tradisi Melayu dalam gaya Tradisional ketika itu, hanya mempunyai dimensi Spritual saja. Tradisi Melayu yang bersifat Hinduisme masih penuh dengan berbagai misteri, karena belum dapat diterangkan dengan akal fikiran yang memadai. Maka ketika Islam datang dengan keutamaannya dan nilai-nilainya yang meliputi jagat raya dimana hal-hal tersebut telah di terangkan dengan cara yang amat mengagumkan, melalui kitab suci Al-Qur’an, Sunah Nabi, serta berrbagai peristiwa sejarah pada masa-masa awal perkembangan agamanya, maka hal ini telah menggoda orang melayu untuk menilai kembali khazanah budaya mereka. Dan sejarah telah memperlihatkan bahwa orang-orang Melayu menerima kebenaran Islam.[11]
Dari Uraian penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Sastra memiliki peranan besar dalam proses Islamisasi bangasa Melayu yang juga menjadikan agama Islam sebagai agama yang mayoritas di dunia Melayu. Jika di bentuk dalam sebuah skema berikut adalah skema pergeseran kepercayaan dan kebudayaan orang melayu, dari tradisi Nusantara Hinduisme kepada tradisi Nusantara yang bercitra Islam.
Text Box: Budaya Melayu dengan tradisi Nusantara bersifat Hinduisme Text Box: Agama dan budaya melayu yang bercitra islam
Text Box: Satra Islam
 










                                                                                      

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan                                                                       
Menurut beberapa pendapat para ahli, ada beberapa teori yang mengemukakan pendapat tentang proses masuknya islam ke Nusantara, diantaranya yaitu teori dari Arab, teori dari India, dan teori dari Bengal.
Agama Islam telah di terima secara luas oleh bangsa melayu karena sifatnya yang Egaliter dan Populis. Islam tidak mengenal sistem Kasta dan Kependetaan, sehingga memungkinkan keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk Pendidikan. Faktor penting lainnya yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Nusantara adalah karena penyebarannya di dukung oleh tiga kekuatan yaitu istana, pesantren dan pasar.
Dalam tradisi melayu sastra merupakan salah satu unsur penting. Untuk itu jika islam ingin masuk dalam tradisi mereka, maka harus menyentuh sastra mereka. Sastra orang-orang melayu terdahulu sarat dengan kepercayaan Hinduisme. Untuk menggeser sistem kepercayaan ereka tersebut, maka diperlukan usaha yang berangsur-angsur.
Dengan berkembangnya islam di dunia melayu saat ini tidaklah terlepas dari unsur sastra.






DAFTAR PUSTAKA
Mahdini. 2003. Islam dan Kebudayaan Melayu. Pekanbaru: Daulat Riau.
Mahyudin Al Mudra. 2013. Redefinisi Melayu : Upaya Menjembatani Perbedaan Konsep Kemelayuan Bangsa Serumpun. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.

Uu. Hamidy. 1988. Kesusastraan Islam Di Rantau Kuantan Riau. Pekanbaru: Payung Sekaki.














[1] Mahdini. Islam dan Kebudayaan Melayu. (Pekanbaru: Daulat Riau, 2003). hlm. 13-14.
[2] Ibid. hlm. 18.
[3] Ibid. hlm. 18-19.
[4] Ibid. hlm. 19-20.
[5] Mahyudin Al Mudra. Redefinisi Melayu : Upaya Menjembatani Perbedaan Konsep Kemelayuan Bangsa Serumpun. (Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2013). hlm. 9-10.
[7] Ibid.
[8] Uu. Hamidy. Kesusastraan Islam Di Rantau Kuantan Riau. (Pekanbaru: Payung Sekaki, 1988). hlm. 1.
[9] Ibid. hlm. 4.
[10] Ibid.
[11] Ibid. hlm. 3.

Sabtu, 05 Maret 2016

MAKALAH ISLAM DAN TAMADUN MELAYU ( Tata Upacara Adat Perkawinan Melayu Riau ) OLEH ABDULLAH, MARIDHATUL FITRI DAN RIZA YUNITA ( PGMI/A/VI )


Tata Upacara Adat
Perkawinan Melayu Riau

Menurut orang melayu Pelalawan, perkawinan adalah sarana untuk memantapkan status sosial seseorang dan memandang nya sebagai orang dewasa penuh, dapat melakukan tugas-tugas sosial, dan dapat di percaya untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat. Bagi yang belum menikah, meskipun sudah dewasa martabat nya masih dipandang kurang dan menjadi buah mulut masyarkat. [1]
Upacara perkawinan adat melayu merupakan adat yang sakral di kebudayaan melayu, banyak serangkaian acara yang perlu dan harus di lakukan pada acara tersebut. Dan ini ada perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam nya.
Adapun bentuk dari masing-masing kegiatan tersebut adalah
A.    MERISIK
Merisik yaitu melakukan penyelidikan terhadap si gadis ( atau calon ) kegiatan ini di lakukan secara tersembunyi, tidak terang-terangan, agar tidak di ketahui oleh orang lain dan dapat menutup rasa malu jika lamaran di tolak.
Merisik  memilki arti penting, karna dengan merisik dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan orng yang di risik, kegiatan ini di lakukan melalui 2 tahap.
1.              Melalui keluarga  si gadis atau melalui sahabat dan teman sepermainannya.
2.             Melalui kunjungan silaturrahim ke rumah gadis oleh pihak laki-laki dengan maksud untuk mengetahui lebih dekat keadaan si gadis yang akan di lamar nya.[2]
Sebelum zaman kemajuan seperti sekarang ini, pergaulan wanita dengan laki-laki tidaklah terbuka dan satu sama lain. Mereka dibatasi oleh adat budaya Melayu yang telah mengatur itu semua dan didukung oleh masyarakat sezamannya itu. Sehingga dalam mencari jodoh haruslah melalui para orang tua dan sianak cukup menyampaikan keinginannya kepada kedua orang tua.
Jika seorang pemuda merasa tertarik akan seorang gadis, maka ia akan menyampaikan kepada kedua orang tuanya, dang tua tersebut harus mencari thu akan keadaan sigadis yang dimaksudkan oleh sipemuda,
Untuk mencari tahu tentang keadaan sigadis, maka ia ditunjuklah seorang yang dipercaya untuk mencari tahu tentang keadaan sigadis tersebut.
Maka si perantara tersebut akan melakukan penyelidikan tentang keadaan si gadis tersebut mengenai :

- Siapa orang tua gadis ini (garis keturunannya)
- Bagaimana, sifatnya, santunnya, dsb.
- Apa pendidikannya, berapa bersaudara.
- Bagaimana parasnya, cacat tubuh apa tidak.
- Apa keterampilannya untuk rumah tangga
- Bagaiman sikap terhadap sanak saudara.
- Bagaimana pula sikap terhadap tetangga.
- Dan sebagainya secara lengkap.

Jadi, kegiatan mencari tahu tentang diri si gadis ini dilakukantidak dengan terang-teranganuntuk mencari jodoh, melainkan secara terselubung, misalnya dalam sindir dan kias yang khusus dimiliki oleh orang yang ditunjuk tersebut dan kegiatan inilah yag dinamakan dengan MERISIK.
Kegiatan merisik ini juga berlaku bagi keluarga si gadis yang ingin mengetahui pula tentang diri si lelaki maka akan berlaku pula hal sebaliknya yang serupa.

B. MEMINANG ( Melamar )
Setelah pihak lelaki semufakat untuk menjodohkan anak lelakinya dengan sigadis yan telah disepakati, maka dikirimlah perutusan kerumah si gadis untuk meminang atau melamar si gadis secara resmi.
Perwakilan terdiri dari beberapa orang yang dituakan dan seorang juru bicara.Supaya pihak wanita tidak merasa dikejutkan atas kedatangan ini.
Pada pertemuan ini pihak lelaki menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannnya, yang dijawab oleh pihak wanita.
Pada pelaksanaan peminangan ini adakalanya pihak wanita tidak langsung menjawab atas pinangan ini, melainkan meminta waktu beberapa hari untuk menjawabnya dan kepada pihak lelaki diminta datang kembali pada hari yang ditentukan, dan sebaliknya ada pula jawaban diberikan pada saat peminangan itu.
Jika jawaban diberikan beberapa hari kemudian, ini menandakan bahwa pihak wanita ingin bermufakatdulu dengan pihak keluarga dan juga ingin pula terlebih dahulu mengetahui tentang anak lelaki yang akan dijodohkan dengan anak gadisnya. Tentu mereka juga akan merisik terlebih dahuli tentang lelaki tsb.[3]

C. MENGANTAR TANDA ( BERTUNANGAN )
Setelah pinangan diterima, maka akan dilakukan acara mengantar tanda sebagai ikatan tali pertunangan.
Setelah pihak wanita menyatakan menerima atas pinangan pihak lelaki, maka pihak lelaki kembali mengirim perutusan kerumah pihak wanita untuk menyampaikan tanda ikatan untuk keua anak mereka.
Didalam pelaksanaan meminang tersebut pihak lelaki selalu membawa serta barang kemas sebagai tanda ikatan perjodohan, karena lazim juga jawaban langsung diberikan oleh pihak wanita bahwa pinangan diterima atau ditolak.
Jika ditolak maka perutusan akan kembali kerumah dengan tangan hampa.
Sebaliknya jika langsung diterima maka akan dilanjutkan dengan penyerahan tnda sebagai ikatan perjodohan antara keduannya.
Kesimpulannya, Mengantar Tanda ialah sebagai tanda ikatan perjodohan selalu dipersiapkan sebentuk cincin emas dengan ukuran sesuai dengan tingkat sosialnya.

D. MENGANTAR BELANJA.
Upacara mengantar belanja adalah kedatangan perutusan keluarga calon pengantin lelaki kerumah calon pengantin wanita untuk menyerahkan uang belanja sebagai bantuan untuk biaya pelaksanaan upacara pernikahan dengan jumlah yang disesuaikan dengan kesangguapan calon pengantin lelaki.
Mengantar uang belanja ini dilengkapi pula dengan bahan pengiring berupa berbagai barang-baran keperluan calon pengantin wanita yang juga disesuaikan dengan kemampuan pihak lelaki. Semakin banyak uang dan peralatan yang di kirim, maka semakin tinggi derajat pihak laki-laki. [4]
Yang paling utama hantaran belanja adalah uang belanja sebagai tanda tanggung jawab.
Sedangkan uang hantaran sering dibuat kreasi dalam berbagai bentuk, seperti misalnya berbentuk kapal layar, rumah-rumah atau bunga dll sesuai kemampuan sipenggubah memberikan kreasi.
Penyampaian uang hantaran beserta barang-barang pengiringnya ini disampaikan dalam suatu upacara khusus dan lazimnya disampaikan melalui juru bicara dari masing-masing pihak dalam bentuk pantun yang diawali denag tukat menukar tapak sirih yang berisi lengkap, sebagai tanda kesucian hati dari kedua belah pihak.
Maksud yang terkandung dari pelaksanaan upacara mengantar belanja ini adalah sebagai tanda tanggung jawab dan rasa kebersamaan dari pihak lelaki, terutama sebagai dalam iktikat membina rumah tangga bahagia, rukun damai, sakinah, mawaddah warahmah. Dan disini tertanam sifat kegotong royongan.
Adapun pelaksanaan acara ini adalah penyampaian maksud mengantar belanja yang disampaikan oleh juru bicara dan menyebutkan satu persatu apa-apa yang diserahkan dan sekaligus menetapkan hari pernikahan.

E. PERHELATAN PERNIKAHAN
Setelah pihak wanita menerima menerima antaran belanja maka mulailah mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi hari perkawinan, seperti membersihkan dan merapikan rumah, melengkapi peralatan yang kurang, mempersiapkan rencana kerja pelaksanaan hari perkawinan dsb. Sehingga sampailah saat hari pelaksanaan.
Sebelum sampai pada hari puncak yaitu hari pelaksanaan perkawinan, terlebih dahulu dilakukan beberapa kegiatan sebagai persiapan yaitu:

1. Menggantung ( hari menggantung )
Hari menggantung adalah hari dimulainya secara nyata persiapan upacara perhelatan pernikahan akan dilangsungkan.
Kegiatan ini diawali dengan memasang pentas pelaminan. Setelah pentas pelaminan selesai dipasang maka pentas tersebut ditepung tawari, dan setelah itu barulah dilanjutkan dengan memasang hiasan berupa tabir belang dengan cara digantung, yang dilakukan oleh juru pelaminan.
Tabir belang digantung pada 4 sisi pelaminan dan dilengkapi dengan tabir gulung dan tabir jatuh serta tabir perias yang dipasang pada bagian atas tabir belang. Warna tabir belang diatur dimulai dari kuning, hijau dan merah. Dibagian tingkat pelaminan dipasang susur bertekat dan dikiri kanan tempat duduk pelaminan dipasang bantal papan dan bantal susun (bantal kopek). Variasi lainnya berupa kelambu memakai kain yang indah dengan warna yang cocok dan serasi, namun tetap sederhana dan titik norak dengan segala yang berkilat.

Pekerjaan menggantung ini mungkin memakan waktu sampai dua hari atau tiga hari, namun diharapkan pada acara berinai pelaminan telah selesai dihias.

2. Berinai Curi
Kepada setiap calon pengantin dilakukan upacara berinai yang dilaksanakan pada malam hari. Peralatan berinai yang telah dipersiapkan dirumah calon pengantin wanita, secara diam-diam dibawa kerumah calon pengantin lelaki yang akan dipergunakan pula untuk calon pengantin lelaki berinai.
Karena pelaksanaan berinai ini dilakukan pada malam hari dan sebagian dari inai dirumah pengantin wanita diambil secara diam-diam (dicuri) maka acra ini disebut Malam Berinai Curi.[5]
Malam berinai ini dilakukan sekira 3 hari menjelang hari pernikahan atau perkawainan. Kegiatan pada malam berinai ini diawali oleh Mak Andam mempersiapkan peralatan untuk berinai.
Maksud yang terkandung dari berinai ini adalah untuk menolak bala, melindungi diri dari segala kejahatn serta menaikkan seri dan cahaya serta memberikan kekuatan serta wibawa.
- Kalau memakai inai ditangan, merahnya pemanis, merah penolak bala dan hantu setan, merah tanda dalam anyir.
- Kalau memakai inai dikuku, inai pemanis
- Kalau memakai inai ditapak tangan, tanda inai penjaga diri.
- Inai keliling tapak kaki dan tangan, inai kasih pembangkit seri, tidak jauh karena gamang, tidak tergelicik karena licin, tidak tertarung dibatang tumbang.
- Kalau inai ditapak kaki, inai tanda tak boleh berjalan jauh. Jauh nya dapat dipanggil-panggil, jauh setakat tingkat pelaminan.
- Ibu jari tanda egois, jari telunjuk tanda suka memerintah, jari tengah tanda penakut dan tak punya inisiatif, jari manis tanda suka pada keindhan serta jari kelingking suka memikirkan orang lain dan lupa memikirkan diri sendiri.
Kelengkapan Inai :
- Tepak sirih berisi sirih lengkap.
- Inai yang sudah digiling halus secukupnya.
- Lilin lebah untuk menutup kuku ( dihias/dibentuk )
- Bedak sejuk.
- Kain Lap / serbet / kertas Tisu.
- Lilin untuk dinyalakan.
- Sabun mandi.
- Seutuhnya ditata dalam piring beralas serbet.
3.      Berinai Lebai
Berinai lebai di lakukan setelah berinai curi, dimana penganten laki-laki di pakaikan pakaian yang layak, dan di bawa kerumah penganten perempuan. Dan setelah sampai di dudukan di gerai  dan di tepung tawari dan setelah itu di laksanakan upacara inai lebai.
4.      Tepung  Tawar
tepung tawar. Untuk melaksanakan acara ini diperlukan perlengkapan, seperti: daun gandarusa, daun parenjis, bunga rampai, daun setawar, dan bahan-bahan yang pada gilirannya akan dijadikan sebagai penyapu atau pencecah, seperti: beras kunyit, beras basuh, bertih, air bedak berlimau, inai cecah dan inai untuk tari. Pada dasarnya tujuan pelaksanaan bertepuk tepung tawar ini adalah untuk menghilangkan sial- majal atau perasaan duka bagi yang ditepuk- tepung-tawari, sehinga hidupnya akan selamat dan sejahtera.Pelaksanaan bertepung tawar diawali dengan penaikkan pengantin perempuan ke pelaminan (peterakne) yang diikuti oleh pengantin laki-laki. Setelah keduanya duduk di pelaminan, seorang kakek atau nenek atau orang yang dituakan dari pihak pengantin perempuan diminta untuk memulainya.
Selanjutnya, penepung-tawaran ini dilakukan secara bergantian (berselang- seling). Artinya, jika dari pihak pengantin perempuan sudah melaksanakan, maka selanjutnya adalah giliran pihak keluarga laki-laki. Demikian, seterusnya. Penepukan-tawaran ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, tetapi harus beraturan. Dalam hal ini penepuk yang telah dicelupkan pada air bedak berlimau diteteskan pada dahi kedua pengantin, kemudian bahu kanan dan kirinya, lalu telapak kanan dan kirinya (masing-masing sejumlah 3 kali).
Makna simbolik yang terkandung dalam kegiatan ini adalah kesejukan, keselarasan, dan kesejahteraan. Penepungan-tawaran ini kemudian diikuti dengan penaburan beras kunyit, beras basuh, dan bertih yang telah dicampur menjadi satu ke atas kepala dan bahu kanan-kiri kedua pengantin sebanyak 3 kali. Penaburan ini merupakan simbol kesejahteraan.      
  Diharapkan dengan penaburan tersebut sepasang pengantin diberkati kesenangan, kebaikan, keselamatan, dan terhindar dari sial-sial   yang berkepanjangan.[6]  Selanjutnya, kedua telapak kedua mempelai dicecah dengan inai yang merupakan simbol kesedekahan. Artinya, rezeki yang diperoleh, sebagian disisihkan untuk sedekah. Sebagai catatan, acara bertepuk tawar ini biasanya diiringi dengan tarian inai oleh tiga penari laki-laki.
Tujuannya adalah agar suasana menjadi semakin meriah dan para tamu terhibur. Kemudian, acara ini ditutup dengan pembacaan doa selamat dan tolak bala. Setelah itu, para tamu dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang biasanya berupa.

5. Berandam
Upacara Berandam dilakukan sehari sesudah berinai dan dilakukan pada pagi hari terhadap bujang dan dara calon pengantin dikediaman masing-masing yang dipimpin oleh Mak Andam (Bidan Pengantin).
Namun yang mutlak dilakukan untuk wanita. Dilakukan pada pagi hari dengan maksud mengambil seri dari matahari pagi sepenggalahan agar pengantin selalu bercahaya dan cerah secerah matahari pagi. Atau kira-kira jam 09.00. [7]
Adapun berandam ini hakekatnya mencukur bulu roma diwajah sekaligus membersihkan muka, membetulkan alis dan anak rambut baik dibagian muka maupun dibagian belkang tengkik.
Makna yang terkandung dalam upacara berandam ini tiada lain adalah untuk pembentukkan keindahan lahiriah guna perwujudan kecantikan bathiniahnya.

6. Akad Nikah
Upacara Akad nikah adalah upacara keagamaan yang sakral yang menentukan syah tidaknya suatu perkawinan dimana seorang ayah akan melepaskan tanggung jawab terhadap anak perempuannya kepada seorang perjaka yang akan menjadi suami dihadapan Kadhi Nikah dan saksi-saksi sesuai hukum syarak dan qur’an.
Kata-kata penyerahan dari si ayah disebut Ijab, sedangkan kata jawaban dari siperjaka pengantin lelaki disebut Kabul. Dan upacara ini dilakukan di rumah pengantin wanita.Setelah Ijab Kabul dilanjutkan dengan pengantin lelaki menyembah orng tua pengantin wanita dan orang tua-tua yang patut menurut adat dan lembaganya.[8]
Pada acara penyembahan ini terkandung makna untuh memohon keampunan dari kedua orang tua dan keikhlasan menerima kehadiran anak menantunya kedalam keluarga mereka.

7. Upacara Khatam Al-Qur’an
Upacara Khatam Al-Qur’an ini dilakukan sehari setelah dilakukan akad nikah (keesokkan harinya) yang dilakukan dirumah pengantin wanita. Yaitu sebelum pengantin laki-laki datang kerumah perempuan untuk bersanding.
Berkhatam al-qur’an juga menunjukkan kuatnya keimanan seseorang atau keluarga yang mengasuhnya sejak dari kecil lagi.
Setelah selesai berkhatam biasa nya mempelai perempuan di bawa masuk untuk di dandani kembali untuk melaksanakan acara bersanding di pelaminan. [9]

8. HARI BERLANSUNG (HARI BERSANDING)
Hari langsung (bersanding) adalah hari yang dinanti-nantikan. Karena pada hari ini pengantin diarak dari rumahnya menuju kerumah pengantin wanita untuk diduduk sandingkan disana dengan melalui beberapa urutan kegiatan.
Diawali dengan menjumput pengantin lelaki oleh beberapa orang tua sebagai perwakilan pengantin wanita. Kedatangan para penjemput ini sekaligus membawa hidangan (makanan) untuk pengantin lelaki lengkap dengan lauk pauk dan kueh yang berbagai macam.
Rombongan penjemput ini disambut ditengah rumah dan dihidangkan minuman dan kueh. Pengantin lelaki mempersiapkan diri dengan berpakaian baju Melayu atau baju belah, berkain songket tenun siak bertabur bunga cengkeh .

Di dalam upacara bersanding terdapat beberapa tradisi yang menjadi kebiasaan di antara nya :
a.       Upacara mengarak pengantin
b.      Menyambut arak-arakan pengantin
c.       Pencak silat
d.      Bertukar tepuk induk
e.       Berbalas pantun[10]




[1] Hidayat, Akulturasi Islam dan Budaya Melayu, ( Yogyakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), hlm. 160.
[2]Ibid., hlm 167-168.
[3]Ibid., hlm. 170-172
[4]Wan Ghalib, Seluk Beluk Atur Cara Pernikahan Adat Melayu Riau ( Pekanbaru: Pemerintah Daerah provinsi Riau, 1995), hlm. 12.
[5] Ediruslan Pe Amanriza, senarai upacara adat perkawinan melayu riau ( Pekanbaru : Kerja Sama Dengan Pemprop. Riau, 2000). hlm. 196-197.
[6] Ibid., hlm. 198-200.
[7] Ibid., hlm. 200-201.
[8] Ibid., hlm. 206-207.
[9] Op.cit., hlm. 20-21.
[10] Tenas Effendy, Pemakaian Ungkapan Dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu, ( Pekanbaru : Balai Kajian Dan Pengembangan Budaya Melayu Bekerja Sama Dengan Penerbit Adicita. 2004). Hlm. 55-62.